In a land, far
far away..
Tersebutlah sebuah
kisah tentang seorang gadis belia yang beranjak dewasa. Terlahir dari keluarga
yang sangat sederhana. Biasa aja. Oh iya, gadis belia ini kita sebut saja Dulse.
Sehari-hari Dulse bekerja mengabdi pada sebuah keluarga. Dengan seragam dinasnya
(baca : daster), ia dengan bangga mengambil sapu lidi. Prok prok, ia memukul
kasur, membersihkan seluruh tempat tidur. Kemudian ia mengambil senjata
selanjutnya, lap, sapu, dan pel. Begitulah kehidupan sehari-hari Dulse. Sangat bersahaja.
Ia sangat menikmati hidupnya, menikmati setiap kejadian kecil yang dialaminya,
kaya boker misalnya. Ia selalu ceria. Mungkin ceria adalah nama tengahnya,
Dulse Ceria Bingits.
Namun siapa sangka dibalik keceriaannya, Dulse menyimpan sebuh kegalauan, kegundahan, dan kegulanaan di lubuk hati terdalam. Ia sedang bingung. Bingung dengan dunia ini. Dengan orang-orang yang ada disekitarnya. Ada apa dengan orang-orang disekitar Dulse? Ah ternyata mereka selalu meremehkan Dulse. Dulse dianggap ga berguna, disepelein. Tapi dasarnya Dulse itu cuek, yasudahlah.. Dia mengabaikan itu semua dan tetap menjalani hidup seperti biasa. Seperti pepatah ‘anjing menggonggong khafilah berlalu’.
Selain kelebihan
berat badan, ternyata Dulse memiliki kelebihan lain. Daya khayal yang sangat
bagus sekali. Super sekali kalo kata om Mario mah. Dulse memiliki seorang teman
pria, foreigner (baca : bule). Mereka suka saling cerita dan bertukar pendapat.
Mereka berdua terpisahkan oleh jarak dan waktu.
Suatu hari, Dulse
sedang berjalan-jalan keliling desa naik onta. Karena tak ada seorang pun yang
sudi menemani Dulse, pergilah ia sendirian. Selama perjalanan, pikiran Dulse
jauh berkelana kemana-kemana. Ia memikirkan temannya yang foreigner itu. Dalam pikirannya,
temennya yang tak mau disebutkan namanya itu, yah kita panggil saja Ciripa,
sedang mengenakan pakaian adat desanya Dulse. Memakai kain, ikat kepala, dan
membawa tombak. Membayangkan Ciripa berpenampilan seperti itu, tanpa sadar
Dulse tertawa sendiri diatas onta. Orang-orang pun memandang Dulse dengan
heran.
Di tempat yang
berbeda, kejadian yang sama juga terjadi pada Ciripa. Ternyata di hari yang
sama, Ciripa juga sedang memikirkan Dulse. Dulse dan Ciripa sangat menyukai
hujan. Kebetulan saat itu, ditempat Ciripa menggantungkan hidupnya, sedang
turun hujan. Melanglangbuana lah khayalan Ciripa. Ia menari sendirian sambil membayangkan
Dulse ada bersamanya dan menari berdua menikmati hempasan air hujan. Teman-teman
Ciripa yang melihatnya, menganggap Ciripa sudah gila.
Dulse dan Ciripa.
Hidup ditempat yang jauh dan memiliki waktu yang berbeda namun masih saling memikirkan
satu sama lain. Menyukai banyak hal yang sama dan membeci hal yang sama pula. Tapi
hubungan mereka hanya sebatas teman aja. Tidak bisa lebih. Ibarat asimtot,
semakin dekat dan terus mendekat tapi tak akan pernah bersama.